Aku duduk dalam diam di bangkuku, diantara ratusan orang yang memenuhi
ruangan yang dihias semarak. Kuedarkan pandanganku menyapu satu persatu hiasan
dan pernak pernik natal yang menyegarkan pandangan mataku.
Sebuah kandang natal di sudut kiri depanku tampil eksentrik. Kandang natal
bergaya minimalis dan milenium sangat menarik perhatianku karena tampak berbeda
dengan kandang natal yang lazim ada. Patung-patung Bunda Maria, St. Yosef, para
gembala, domba dan palungan berada di dalam sebuah rangka kubus. Hanya
beratapkan lempengan plat melengkung. Dibelakangnya berdiri pohon-pohon terang dengan dengan konsep minimalis. Patung 3 orang majus rapi berjejer didepan mimbar. Rangkaian bunga yang cantik dan lilin yang indah memenuhi
altar. Meja diatas altar yang berukirkan perjamuan malam terakhir nampak indah
dengan lampunya yang dinyalakan. Pohon-pohon terang langsing bertaburan
lampu-lampu kecil berwarna putih yang diletakkan menempel pada dinding altar sungguh
tampak anggun, elegan, dan memukau. Pita kain berwarna warni digantungkan di pagar
balkon. Krans-krans natal tergantung di setiap pilar di sekeliling ruangan. Sebuah
lonceng raksasa dari rotan tergantung gagah pada langit-langit. Lilin-lilin dan
rangkaian bunga yang indah terpasang disetiap ujung bangku disepanjang lorong
tengah. Lagu-lagu natal berkumandang sepanjang waktu untuk mengisi waktu tunggu
sebelum Misa Kudus dimulai.
Hampir semua orang yang hadir tampil rapi dengan dandanan dan pakaian yang
indah. Berbeda dengan saat mereka hadir disini setiap hari Minggu. Aku pun tak
mau ketinggalan. Kupakai baju kesayanganku yang baru dua kali ini kupakai. Sandal
putih kesukaanku pun menghias kakiku. Tas berwarna hijau yang baru saja kubeli
tak ketinggalan menemaniku. Aku ingin tampil sedikit lebih istimewa pada hari
istimewa ini.
Sejauh mata memandang semuanya nampak megah. Semua yang ada di ruangan ini
membuat ruangan nampak semarak.
Tapi dalam kesemarakan suasana dan keceriaan orang-orang yang hadir disini
aku merasakan sepi... Hampa. Dadaku terasa penuh. Aku merasakan berat. Kurasakan
kesejukan ruangan melingkupiku, tapi jiwaku tak merasakan kesejukan. Hatiku dipenuhi
oleh penyesalan... Tidak! Bukan...bukan penyesalan tepatnya, tapi kekecewaan. Kekecewaan
terhadap diriku sendiri.
Masa adven adalah masa penantian kelahiran Tuhan Yesus yang seharusnya
diisi dengan pertobatan dan hati yang bersih. Tapi bagaimana denganku? Aku telah
gagal. Belum genap 3 minggu berjanji kepadaNya hendak memperbaiki hidup, aku
sudah mengabaikannya. Hatiku tidak pantas menjadi palungan tempat Tuhan Yesus
hadir.
Aku merasa terasing. Ragaku memang duduk di ruangan ini, tapi jiwaku terasa
jauh pergi. Semua yang kukenakan dan kulakukan saat ini hanyalah kemasan. Hanya
kepalsuan. Kemunafikan.
Semua keindahan, kemegahan, dan kesemarakan disini terasa sia-sia. Tak ada
artinya. Jauh didalam hatiku tak kutemukan keindahan itu. Ya Tuhan, aku tahu...Engkau tak akan memandang rupa...hanya akan memandang jauh kedalam hatiku...dan Engkau akan kecewa.
Tuhan Yesus, kasihanilah
aku. Masih pantaskah aku duduk di bangku ini? Masih pantaskah aku memohon pengampunanMu?
Masih maukah Engkau lahir didalam hatiku? Aku tidak pantas...
Aku bertanya-tanya, apakah hanya diriku seorang yang merasakan hal ini? Adakah
orang lain yang merasakan hal yang sama denganku? Ataukah semua orang yang ada di
ruangan ini merasakan hal serupa? Adakah natal didalam hati?
Lonceng pun berbunyi. Aku pun berdiri. Hati ini masih terasa dingin...sedingin suhu didalam ruangan gereja ini...
**Surabaya, 25 Desember 2011**
Tidak ada komentar:
Posting Komentar