Sore itu, 15 Nopember 2013, gerimis yang telah reda masih menyisakan
kelembaban di kolong langit. Mendung masih menggelayut manja di
langit...seperti hatiku yang mendung. Aku duduk di kursi kayu di teras tempat
praktek dokter ternama yang baru saja kutemui ditemani oleh seorang suster. Tidak
ada kata-kata yang tepat untuk menggambarkan perasaanku saat itu, karena aku
sendiri juga tidak tahu apa yang kurasakan. Baru setelah malam menjelang tidur,
aku menyadari perasaanku yang sebenarnya. Sedih. Karena apa? Karena ternyata
aku menangis.
Laman
Senin, 18 November 2013
Rabu, 07 Agustus 2013
Kakek Penarik Becak Dan Lampu Stopan
Malam ini kupacu motorku melintasi jalanan Kota Surabaya dalam rangka pergi
ke dokter gigi yang ada di daerah Dukuh Kupang. Lain dari biasanya, malam ini
aku merasa nyaman berkendara di jalanan kota terbesar kedua di Indonesia ini. Momen
dua hari menjelang Lebaran membuat Surabaya menjadi lengang... Asyiknya kalau
setiap hari adalah Lebaran hahahahaha..... (ngayal dot com nih ceritanya).
Sampai di perempatan jalan Jagir Wonokromo – Panjang Jiwo – Raya
Nginden, kuhentikan laju motorku karena lampu stopan (lampu lalu lintas)
berwarna merah. Tanpa sengaja aku menoleh kearah kiri. Tampak sosok yang
menarik perhatianku sedang berdiri di bawah lampu stopan sisi Jalan Panjang
Jiwo. Seorang kakek-kakek memakai helm yang berdiri di samping becak. Bukan pertama
kalinya aku melihat sosok itu. Dilihat dari wajah dan fisiknya, usianya
kira-kira berkisar 70 tahunan. Tapi entah kalau aku salah mengira-ngira.
Rabu, 03 Juli 2013
Filosofi Kawat Gigi
Bagiku, menggosok gigi merupakan ritual sehari-hari yang paling malas aku
lakukan saat ini. Namun selain merupakan hal paling malas untuk aku lakukan,
menggosok gigi merupakan hal wajib yang tidak pernah absen kulakukan. Dalam sehari
minimal 3 kali aku menggosok gigi. Mengapa aku rajin sekaligus malas menggosok
gigi? Tidak lain dan tidak bukan karena alasan kawat gigi. Apa hubungannya coba?
Bapak Tua dan Cangkulnya
Mataku terasa berat. Sulit rasanya untuk dibuka. Badan pun rasanya lengket
di kasur, enggan keluar dari bawah selimut yang dari semalam menutupi rapat
tubuhku. Tapi bunyi berisik dari alarm HP ku yang tergeletak diatas meja yang
jaraknya setengah meter dari kakiku memaksaku untuk bangkit dan mematikannya.
Jumat, 14 Juni 2013
Aku bernafas lagi!!!
Untuk kesekian kalinya aku duduk di dalam ruangan ini. Ruangan yang mulai
akrab denganku sejak hampir 2 bulan ini. Sebuah Rumah Tuhan yang tidak terlalu
besar namun desain interiornya bisa dikatakan indah. Lagu-lagu bernuansa keroncong
dinyanyikan dengan indahnya, terasa sejuk di dalam hati.
Saat memasuki Liturgi Sabda, bacaan pertama dan bacaan Injil sangat
berkesan bagiku, apalagi setelah diperjelas dengan homili. Mengapa demikian?
Karena sangat sesuai dengan apa yang telah kualami selama 1 tahun belakangan
ini.
Rabu, 29 Mei 2013
Bintang
‘Kan kuabaikan sgala hasratku
Agar kaupun tenang dengannya
Kupertaruhkan semua ragaku demi dirimu, bintang
Biarkan kumenggapaimu, memelukmu, memanjakanmu
Tidurlah kau di pelukku, di pelukku, di pelukku
Biar kupendam sgala hasratku ‘tuk miliki dirimu
Karna semua tlah tersiratkan
Dirimu bukan milikku
Biarkan kumenggapaimu, memelukmu, memanjakanmu
Tidurlah kau di pelukku, di pelukku, di pelukku
Hingga kau mimpikan aku, mimpikan kita, mimpikan kita
Jangan pernah kau terjaga dari tidurmu di pelukanku
***
Bintang...adalah judul dari lagu yang mengalun dari netbook yang ada di
hadapanku malam ini. Menggambarkan seorang pria yang begitu mencintai dan
menginginkan seorang wanita, bahkan saking tingginya menilai wanita itu maka wanita
itu diibaratkan bintang.
Sebenarnya sejak dulu aku sangat menyukai lagu ini karena enak didengar.
Namun beberapa bulan yang lalu, selain enak didengar, aku merasa lirik lagu ini
sangat pas menggambarkan apa yang sedang kualami.
Setahun yang lalu aku pernah mencintai seorang pria. Menurut pengakuannya
dia pun pernah mencintaiku. Namun aku harus kehilangannya. Setelah melewati
proses yang lama selama berbulan-bulan dan menyakitkan, aku mengetahui bahwa
dia lebih memilih wanita lain. Saat itu aku merasa lirik lagu ini sangat cocok
dengan perasaanku. Ya, dulu aku menganggap pria itu seperti bintang. Cintanya
ingin kuperjuangkan, kudapatkan, kupertahankan.
Senin, 14 Januari 2013
“Tuhan, pakailah aku sebagai alatMu untuk melakukan kehendakMu”
Sakit hati, kesesakan, kehampaan, kekecewaan, ketakutan, kesedihan, amarah,
kecemburuan, kecurigaan, dan banyak lagi hal negatif lainnya bercampur aduk
jadi satu. Tiada hari yang kulewati tanpa air mata.
Terasa berat yang kurasakan. Tiada lagi kedamaian hati, tiada lagi
sukacita. Tiada lagi semangat, tiada lagi kebahagiaan. Tak tahu harus melangkah
kemana, tak tahu harus berbuat apa. Harapan seakan sirna, impianpun menguap
entah kemana. Apa yang hendak kuraih? Aku sudah tidak tahu lagi. Makan tak
enak, tidur tak nyenyak. Aku hanya menjalani hari demi hari dengan harapan
semua ini akan segera berlalu. Tapi tak juga segera berlalu. Hari demi hari,
minggu demi minggu, bulan demi bulan. Tak terasa 9 bulan pun berlalu. Dan aku
masih berada dalam kondisi yang sama. Tak ada kemajuan. Aku semakin terpuruk.
Hanya gelap disekelilingku.
Langganan:
Postingan (Atom)