Laman

Selasa, 06 Desember 2011

Kisah si domba kecil


Sebuah padang rumput hijau luas membentang di sebuah bukit landai. Bunga-bunga liar kecil berwarna putih tumbuh disela-sela rerumputan yang gemuk dan segar itu. Angin sepoi-sepoi bertiup membawa suara gemericik air sungai yang mengalir tenang di sebelah selatan padang rumput. Airnya yang jernih meliuk gemulai diantara bebatuan hitam tempat ikan-ikan kecil bersembunyi. Sinar matahari sore menghangatkan seluruh dataran yang terlelap dalam ketenangan.   


Seekor domba kecil berbulu putih bersih asyik merumput disana bersama domba-domba yang lain. Diantara kawanan domba itu, dialah yang paling kecil. Dari kejauhan nampak sang gembala sedang asyik meniup seruling sambil duduk diatas rumput, bersandar pada sebuah pohon rindang di dekat sungai. Matanya tak pernah lepas dari domba-domba kesayangannya itu.

Saat si domba kecil sudah merasa kenyang, ia melihat-lihat sekeliling padang rumput dan berjalan-jalan mengitari domba-domba lain yang masih asyik merumput. Diamatinya bunga-bunga liar yang tumbuh diantara rerumputan itu sambil menikmati sinar matahari yang hangat dan ramah. Tak lama datang seekor kupu-kupu terbang rendah mengitari kepala si domba kecil, seakan mengajaknya bermain. Si domba kecil pun berlari-lari kecil mengejar kupu-kupu bersayap indah itu.

Suuuuiiittt...... Terdengar suara melengking yang menghentikan langkah kaki si domba kecil saat ia pergi semakin jauh dari kawanannya. Suara yang tak asing bagi si domba kecil. Ia pun menoleh kearah asal suara itu. Nampak sang gembala berdiri dibawah pohon sambil melambai-lambaikan tongkatnya. Sang gembala memanggil si domba kecil untuk kembali lagi kedalam kawanannya. Si domba kecil pun segera berlari kecil menuju kawanannya dan mengamati dari kejauhan kupu-kupu indah yang  terbang semakin menjauh itu.

Tak lama kemudian si domba kecil berdiri terpana. Dilihatnya sesuatu bergerak-gerak diantara rerumputan yang agak tinggi di tempat agak jauh dari tempatnya berdiri. Matanya tak pernah lepas dari benda berwarna hitam yang bergerak-gerak itu. Merasa penasaran, ia pun berjalan perlahan mendekati benda hitam itu. Saat ia sudah dekat, seekor kelinci liar berwarna hitam nampak menyembul dari rerumputan. Karena terkejut melihat si domba kecil, kelinci itu pun segera berlari menjauhi si domba.

Si domba yang penasaran segera berlari mengejarnya. Suiitttt.... Suara panggilan sang gembala segera terdengar. Si domba kecil berhenti sesaat dan menoleh kearah sang gembala.  Namun karena ia tak ingin lagi kehilangan teman bermain, maka tak dihiraukannya suara panggilan itu. Ia kembali berlari mendekati kelinci yang masih berlari perlahan menjauhinya.

Suuuuiiittttt...... suara panggilan semakin keras terdengar. Si domba kecil tetap berlari menjauh. Si kelinci berlari semakin jauh masuk kedalam hutan tak jauh dari padang rumput itu. Si domba kecil pun terus berlari mengikutinya dari belakang.

Sang gembala segera berlari menyusul si domba kecil sambil terus memanggilnya dengan suara panggilan yang khas bagi si domba kecil. Suuuiiitttt...... si domba kecil terus saja berlari. Suuuiiittt....suara itu pun semakin melengking. Si domba kecil berlari semakin kencang menyusul si kelinci.

Si domba kecil berhenti berlari. Tak dilihatnya lagi si kelinci. Pepohonan dan semak belukar yang tumbuh memenuhi hutan itu menghalangi pandangannya. Ia terus berjalan berusaha menemukan si kelinci. Ia berjalan semakin masuk kedalam. Merasa putus asa, ia pun memutuskan untuk kembali. Namun ia masuk terlalu jauh kedalam hutan dan ia tak tahu jalan pulang.

Ia berjalan tak tentu arah, berusaha menemukan jalan kembali keluar hutan. Namun ia berjalan semakin masuk kedalam hutan yang semakin gelap dan lembab. Ia tersesat. Ia pun berteriak-teriak minta tolong. Memanggil siapa saja untuk menolongnya, mengeluarkannya dari hutan itu. Namun tak dilihatnya siapapun yang datang menghampirinya. Si domba kecil semakin ketakutan.

Daun pepohonan yang rimbun menghalangi sinar matahari senja dan membuat keadaan semakin gelap. Membuat si domba kecil tak dapat melihat dengan jelas. Akar pepohonan membuatnya tersandung dan terjerembab. Udara semakin dingin dan si domba kecil menggigil kedinginan sambil terus berjalan mencari jalan pulang.  Suara lolongan anjing hutan terdengar sayup-sayup dari kedalaman hutan yang paling dalam. Membuatnya semakin panik dan berlari kesana kemari hingga menerjang semak belukar berduri.

Rasa lelah dan rasa sakit akibat luka-luka disekujur tubuhnya membuatnya putus asa. Ia pun hanya bisa duduk tak berdaya sambil terus menangis. Ia teringat pada sang gembala. Ia pun menjerit-jerit memanggil sang gembala untuk menjemputnya pulang.

Ia merindukan gembalanya dan teman-teman dombanya. Ia merindukan padang rumput hijau yang indah dan hangat. Ia merindukan rumahnya. Saat ini, seandainya ia tidak meninggalkan kawanannya untuk mengejar kelinci, ia pasti sudah tidur nyenyak didalam kandangnya bersama teman-temannya. Seandainya tadi ia patuh pada panggilan gembalanya pasti ia tak akan tersesat didalam hutan. Saat ini hanya ada seandainya... hanya penyesalan yang tersisa...

Terlalu lama menjerit-jerit membuatnya kehabisan tenaga dan jeritannya berubah menjadi rintihan pelan tak berdaya. Dingin, nyeri, takut, campur aduk menjadi satu...

Tak lama kemudian sayup-sayup terdengar suara yang amat dikenalnya. Suara panggilan gembalanya. Ahh....mungkin hanya halusinasiku saja, pikir si domba kecil. Suittt....suiiiiitttt...... suara itu terdengar semakin mendekat. Si domba kecil segera bangkit. Didengarkannya lagi secara seksama. Suuiiit...suuuuiiitttt..... Ya! Itu suara gembalaku! Gembalaku pasti datang mencari aku! Si domba kecil pun menjerit kegirangan memanggil sang gembala.

Tak lama kemudian nampak cahaya remang-remang semakin mendekat diantara pepohonan dan semak belukar yang rimbun. Si domba kecil menjadi lebih bersemangat memanggil sang gembala. Suaranya terdengar semakin parau. Namun ia tetap memanggil dengan sekuat tenaga. Dikerahkannya sisa-sisa tenaga dan suaranya.

Dilihatnya sosok yang amat dikenalnya. Sang gembala dengan tongkat di tangan kanannya dan obor di tangan kirinya. Si domba kecil segera berlari terpincang- pincang mendekati sang gembala. Duri-duri yang menancap dikakinya akibat menerjang semak belukar berduri menimbulkan rasa sakit yang luar biasa sehingga membuatnya jatuh terjerembab ke tanah berlumpur.

Ketika dilihatnya si domba kecil yang dicari-carinya sepanjang senja itu dalam keadaan penuh luka dan lumpur, sang gembala segera berlari menyongsongnya. Diangkatnya si domba kecil dari genangan lumpur. Dibersihkannya lumpur dari badannya. Dipeluknya dengan penuh kasih sayang. Dielusnya kepalanya dengan lembut. Dicabutinya duri-duri yang menancap di kakinya. Dan akhirnya...dibopongnya si domba kecil keluar dari hutan yang sudah gelap dan semakin lembab itu.

Rasa aman dan rasa nyaman membuatnya menjadi tenang. Dan akhirnya, akibat kelelahan dan ketakutan yang menguras energi, si domba kecil pun segera tertidur pulas dalam pelukan sang gembala...gembala yang tak pernah meninggalkannya, yang selalu menjaganya dan mencarinya saat ia tersesat...


SEEKOR DOMBA YANG TERSESAT
(sumber : SMBK book – diambil dari Renungan Cafe Rohani edisi Desember 2011)

Setelah membaca sebuah ayat dalam Kitab Suci yang berbunyi,
“Bagaimana pendapatmu, jika seorang mempunyai seratus domba,
dan seekor di antaranya hilang?”,
timbullah berbagai pendapat dari bermacam-macam orang.
Mahasiswa Fakultas Peternakan: “Ya sudah, tidak apa-apa. Toh yang sembilan puluh sembilan ekor masih bisa beranak!”
Ahli Filsafat: “Apalah artinya satu dibanding sembilan puluh sembilan?”
Ahli Ekonomi: “Kita harus menerapkan prinsip ekonomi!” Biaya untuk mencari mungkin lebih besar daripada harga domba yang hilang itu. Kalau saja, yang hilang itu sepuluh ekor, bolehlah...”
Ahli Hukum: “Karena yang satu itu minoritas, maka kita harus mengutamakan kepentingan mayoritas, yaitu yang sembilan puluh sembilan ekor!”
Tetapi...
Yesus – Gembala Yang Agung –
akan meninggalkan yang sembilan puluh sembilan ekor
dan pergi mencari seekor domba yang tersesat itu...


Kupersembahkan tulisan ini bagi Allahku, sebagai ucapan syukur atas rahmat pengampunan yang dicurahkanNya melalui Sakramen Tobat pada 5 Desember 2011...
Langkahku terasa ringan sekarang, saat Kau angkat beban dosa dari pundakku...
Hadiah Ulang Tahun yang terindah... Terimakasih Gembalaku...

**Surabaya, 6 Desember 2011**


  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar