Laman

Jumat, 13 Januari 2012

Come and See... Datang dan Lihatlah...!!!

Menyesal...adalah hal yang kurasakan tak lama setelah aku menerima tawaran dari Rm. Gani untuk mengajar anak-anak jalanan di daerah Jl. Semarang. Perasaan takut dan menyesal melingkupiku saat itu. Takut karena image anak-anak jalanan yang negatif yang tertanam dalam benakku. Menyesal mengapa aku kok mau merepotkan diri terlibat dalam kegiatan tersebut. Cari susah aja....demikian pikirku. Alasan yang mendasari semua itu adalah karena aku tidak menyukai anak-anak, tidak komunikatif, tidak pandai mengambil hati, dan paling tidak bisa mengajar (baca: menjelaskan sampai membuat orang lain benar-benar mengerti dengan mudah penjelasanku).

Tapi nasi sudah menjadi bubur. Aku sudah terlanjur menyanggupi dan aku merasa tidak enak kalau menarik kata-kataku apalagi Rm. Gani mengharapkan sebuah komitmen. Aku juga tak habis pikir kenapa saat itu aku langsung mengiyakan ajakan Rm. Gani tanpa berpikir panjang. Akhirnya dengan berbekal kata-kata yang pernah diucapkan oleh Bunda Teresa yaitu Come and See, maka aku pun memantapkan hati untuk terus melangkah. Ya, selama ini aku terinspirasi oleh Bunda Teresa. Come and See...Datang dan Lihatlah... Akhirnya aku memutuskan untuk datang ke tempat pendampingan dan biarlah aku melihat apa yang dapat aku lakukan disana dengan segala keterbatasan dan kelemahanku.

Pada hari yang telah ditentukan aku dan seorang temanku diantar oleh Rm. Gani menuju ke Kampung Ilmu. Ternyata yang harus kami dampingi bukanlah anak-anak jalanan, melainkan anak-anak pinggiran yang rata-rata sudah bersekolah. Pengajaran yang diberikan disana hanyalah pelajaran tambahan. Mereka adalah anak-anak warga sekitar Jl. Semarang yang notabene kurang beruntung secara ekonomi.


Waktu pun terus bergulir. Perlahan-lahan aku mulai menikmati kegiatan pendampingan belajar di Kampung Ilmu dan rasa takut itu pun berangsur-angsur menghilang. Aku pun mulai menikmati bergaul dengan anak-anak. Tidak ada lagi penyesalan...


Seiring dengan waktu, aku pun mulai terlibat dalam kegiatan pendampingan belajar bagi anak-anak pinggiran di Sanggar Merah Merdeka dan program bimbingan belajar yang diadakan oleh SRMI (Serikat Rakyat Miskin Indonesia) di daerah Margorukun. Aku percaya semua ini terjadi atas kehendakNya karena terjadi mengalir begitu saja dan tak pernah kupikirkan sebelumnya.



Di Sanggar Merah Merdeka (SMM) aku juga mulai berinteraksi dengan beberapa anak jalanan yang kami dampingi. Mereka adalah anak-anak jalanan yang disekolahkan oleh SMM dan tinggal di sanggar. Mereka diangkat keluar dari jalanan dengan harapan agar mereka mulai menata hidup baru yang lebih baik. Dan ternyata image bahwa anak-anak jalanan itu selalu liar, kurang ajar, dan membahayakan tidak 100% benar. Mereka bersikap baik dan sopan terhadapku. Kami dapat bergaul, bercanda, dan makan bersama. Salah seorang dari mereka juga pernah mengajariku main ketipung. Aku percaya bahwa apabila kita memperlakukan mereka dengan baik (manusiawi) dan disertai ketulusan hati maka mereka pun akan merespon dengan baik pula.


Memang belum genap 2 tahun aku terjun di kegiatan pendampingan ini, namun jatuh bangun cukup sering mewarnai perjalananku. Tidaklah mudah untuk setia dalam komitmen yang sudah dibuat. Perasaan gagal, malas, serta rasa lelah secara fisik dan perasaan seringkali mengendurkan semangatku dan menjadikan aku tidak lagi total dalam memberikan diri.

Sebelum aku terlibat dalam kegiatan pendampingan, aku memiliki banyak waktu luang untuk beristirahat serta membaca buku dan artikel-artikel rohani yang menginspirasi dan menguatkan. Aku bisa berdoa selama berjam-jam dan setiap hari mengikuti misa harian. Semuanya itu sangat menguatkan dan mendukung aku. Namun seiring dengan makin banyaknya kegiatan yang aku ikuti - yang akhirnya menyita waktu dan tenagaku - aku hampir tidak bisa lagi melakukan semua itu. Aku hampir tidak mempunyai waktu untuk diriku sendiri. Kurang istirahat dan kehidupan doaku pun kacau. Aku seperti kehabisan energi. Dan akhirnya muncul keinginan untuk berhenti.

Ditengah pergulatanku ternyata Tuhan tidak membiarkan aku bimbang terlalu lama. Aku kembali diingatkan pada alasan mula-mula mengapa aku mau terlibat dalam pelayanan terhadap sesama yang kurang beruntung. Aku pun teringat kembali pada tulisan Rasul Paulus dalam 1 Kor 13 : 1 – 3 yang berbunyi:

Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang gemerincing. Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. Dan sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku.

Dengan rajin berdoa, tekun mengikuti Misa Kudus, dan sering membaca buku / artikel rohani memang bisa memperkuat imanku. Namun semua yang kulakukan itu hanya sebatas hubunganku dengan Yang Diatas....hanya untuk diriku sendiri. Lalu bagaimana dengan hubunganku dengan sesamaku? Apakah hanya dengan rajin berdoa, tekun mengikuti Misa Kudus, dan membaca buku / artikel rohani bisa menyelamatkanku? Apakah hanya dengan melakukan itu semua berarti aku sudah melakukan perbuatan kasih? Tidak! Dengan hanya melakukan ritual keagamaan itu aku merasa hanya mencintai Tuhan di awang-awang. Sedangkan yang dituntut olehNya adalah cintaku yang nyata, yaitu cinta kepadaNya yang tertuang melalui perbuatan kasih yang nyata terhadap sesamaku. Menjadi saluran berkat dan kasih Tuhan untuk sesamaku...itulah yang diharapkanNya daripadaku.

Aku meyakini bahwa Allah hadir tersamar dalam diri sesamaku yang kurang beruntung. Dengan mendampingi anak-anak yang kurang beruntung itu aku merasa dapat melakukan sesuatu bagi Allahku yang hadir tersamar dalam diri mereka. Bukankah dalam Matius 25 : 40 Tuhan Yesus sendiri mengatakan “...sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku”?

Aku juga kembali teringat akan mimpiku. Beberapa tahun yang lalu seorang teman pernah memberikan sebuah buku renungan harian khusus untuk wanita kepadaku dan di halaman pertama terdapat kolom isian nama dan mimpi. Aku masih ingat dengan jelas, saat itu aku menuliskan mimpiku adalah to live for God and poor people. Sampai saat ini aku masih menyimpan buku itu...untuk selalu mengingatkan aku akan mimpi yang sedang kukejar dan kuperjuangkan.

Kegiatan pendampingan yang aku lakukan selama ini membuat aku merasa memiliki hidup yang lebih bermakna dibandingkan kehidupanku sebelumnya. Hidup yang tidak hanya mengejar kesenangan diri sendiri, melainkan hidup dengan berbuat sesuatu yang berguna untuk orang lain, terutama mereka yang miskin dan menderita. Itulah hidup yang bermakna menurutku.

Halangan dan rintangan yang muncul dari dalam diriku sendiri maupun dari luar diriku memang sering datang menghadang. Perasaan malas, tidak percaya diri, merasa kurang dalam hal kompetensi, kekuatiran apabila tidak diterima, dan masih banyak lagi. Namun setelah kurenungkan lagi ternyata kebanyakan semua itu hanyalah ketakutan dalam pikiranku sendiri.


Dulu aku sempat merasa kuatir tidak diterima dengan baik oleh anak-anak itu mengingat aku adalah golongan minoritas (keturunan tionghoa dan beragama Katolik). Sedangkan anak-anak itu tidak ada yang etnis tionghoa dan hampir semuanya beragama Islam. Namun berbekal doa dan niat yang tulus akhirnya semua ketakutan itu dapat terlewati. Hal ini terbukti dengan sikap mereka yang menunjukkan penerimaan dan mulai dekatnya beberapa anak denganku. Mereka ada yang curhat kepadaku, duduk bermanja padaku, memelukku dengan tiba-tiba, mengatakan kangen padaku, bahkan ada yang sering kirim sms sekedar mengucapkan selamat pagi, selamat siang, selamat sore, selamat malam, atau menanyakan aku sedang apa.


Memang sampai saat ini kadang-kadang masih ada anak yang bertanya, “Mbak ini orang cina ya?” atau “Mbak ini orang Kristen ya?”  Namun aku berusaha untuk tidak melihat itu sebagai masalah besar. Aku justru ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk memberikan kesaksian yang nyata akan kasih Tuhan Yesus di dunia ini. Bahwa kasihNya mengatasi perbedaan yang ada.


Sampai dengan saat ini pun aku masih sering dihadapkan pada hal-hal dan tantangan baru yang tak jarang membuat aku gentar. Namun dengan rahmatNya aku percaya dapat melewati semua itu. Sebagai sumber kekuatan, semangat, dan penghiburan aku berusaha untuk tidak melewatkan doa, Misa Kudus, dan membaca artikel rohani. Memang tidak mudah untuk menyediakan waktu, namun aku selalu mohon rahmatNya agar aku tetap setia melakukannya. Saat tidak sempat membaca buku aku pun memanfaatkan fasilitas internet (e-mail, facebook, blog, website) untuk membaca artikel rohani dan tulisan-tulisan inspiratif di waktu senggang saat berada di kantor.

Aku berharap dapat terus mempraktekkan Come and See. Datang dan melihat apa yg dapat aku lakukan bagi Allahku yang hadir tersamar dalam diri sesamaku terutama mereka yang miskin dan menderita, sehingga aku pun dapat mewujudkan mimpiku yaitu hidup bagi Tuhan dan sesama yang miskin dan menderita. Amin.

*Surabaya, 11 Januari 2012*

2 komentar:

  1. aku merasa sangat miris setelah membaca tulisan ini dan ingat akan kondisi ku yang belum bis menyempatkan waktu dan ati ku untuk Tuhan dan untuk sesama ku..
    sampai saat ini aku masih ingin melayani Nya lewat anak2 Nya tapi waktu masih sering menghalangi aku..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dibawa dalam doa saja kerinduan itu. Jika memang Tuhan menghendaki pasti akan ada jalannya. Kalau memang masih belum ada waktu untuk terjun langsung, bisa melayaniNya dalam bentuk doa, dukungan, dan materi. Tuhan memberkati :)

      Hapus