Laman

Kamis, 18 Agustus 2011

Sudahkah aku menjadi ragi?

Luk 13 : 18 – 21 (Perumpamaan tentang biji sesawi dan ragi)


(20) Dan Ia berkata lagi: “Dengan apakah Aku akan mengumpamakan Kerajaan Allah?
(21) Ia seumpama ragi yang diambil seorang perempuan dan diadukkan ke dalam tepung terigu tiga sukat sampai khamir seluruhnya.”

Dari jaman dahulu sampai dengan sekarang, orang membuat roti dicampur dengan ragi dengan tujuan menjadikan roti tersebut mengembang (tidak bantat), sehingga bisa menghasilkan lebih banyak roti dan tampilannya menjadi lebih sedap dipandang. Pemakaian ragi dapat mempengaruhi hasil akhir dari roti. Tanpa ragi, roti yang dihasilkan lebih sedikit dan penampilan roti terasa kurang bagus.

Dalam Lukas 13 : 21, Yesus mengumpamakan Kerajaan Allah dengan ragi. Lalu apa hubungan antara Kerajaan Allah dengan ragi? Kerajaan Allah adalah kehadiran Allah yang meraja dalam diri manusia dan menggerakkan manusia untuk berperilaku adil, penuh damai dan mengupayakan kesejahteraan untuk semua. Bisa dikatakan, Allah yang hadir dalam hati manusia menjadikannya ‘sesuatu’ yang memberikan pengaruh baik bagi lingkungannya. Seperti ragi yang memberikan pengaruh baik bagi tepung sehingga menghasilkan roti yang mengembang dengan baik, demikian halnya dengan manusia yang seharusnya memberikan pengaruh baik bagi sesama disekitarnya yaitu menciptakan keadaan yang adil, damai, dan sejahtera.

Dalam proses pembuatan roti, ragi yang dibutuhkan takarannya jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan takaran keseluruhan adonan. Seorang kenalan pengusaha roti mengatakan bahwa untuk membuat roti tawar jumlah ragi yang dibutuhkan hanyalah 1% dari jumlah keseluruhan adonan. Dalam ayat 21, digambarkan takaran tepung yang dipakai oleh seorang perempuan untuk membuat roti adalah 3 sukat yang setara dengan 36 liter atau 25 kg (1 sukat = 12 liter). Kita bayangkan perempuan itu adalah seorang yang sudah biasa membuat roti, maka ragi yang dipakainya cukup sebanyak 0,25 kg atau 2,5 ons. Dapat kita lihat begitu besarnya pengaruh ragi yang jumlahnya sedikit itu (2,5 ons) bagi tepung yang jumlahnya jauh lebih banyak (25 kg).   

Beberapa bulan terakhir ini, rekan-rekan kerja di kantor tempat saya bekerja sering curhat kepada saya mengenai atasan baru di divisi mereka. Sejak si atasan bergabung, para bawahan yang ada di divisinya merasakan ketidaknyamanan dalam bekerja akibat kebijakan-kebijakan pribadi yang diterapkannya yang dirasa tidak penting dan sangat mengganggu. Mereka menjadi tidak bersemangat dalam bekerja, selalu menggerutu karena merasa diperlakukan tidak adil, merasa tidak dipercaya, merasa kerja kerasnya tidak dihargai dan akhirnya mereka menjadi tidak betah dan ingin segera pindah ke perusahaan lain. Pada saat si atasan tidak berada di kantor, para bawahan merasa gembira dan bebas. Namun apabila si atasan berada di kantor, para bawahan menjadi bermuka cemberut. Setiap hari selalu ada cerita (rasan-rasan) dari mereka tentang  sepak terjang dan keburukan si atasan.    

Saya bertanya pada diri saya sendiri. Apakah saya sudah memberikan pengaruh yang baik bagi keluarga, teman-teman, rekan kerja, maupun komunitas saya? Apakah saya sudah membawa damai bagi lingkungan sekitar saya atau malah membuat orang lain yang berada di sekitar saya menjadi resah dan tidak nyaman seperti halnya pimpinan baru di perusahaan tempat saya bekerja yang saya ceritakan diatas? Apakah saya sudah berlaku adil terhadap orang lain ataukah saya sering pilih kasih dan bersikap membeda-bedakan? Apakah saya sudah mengusahakan kesejahteraan orang lain dengan cara hadir dan mengulurkan tangan bagi sesama yang membutuhkan?

Mungkin saya bukanlah orang terkenal atau berkuasa yang punya pengaruh besar terhadap banyak orang. Atau juga bukan orang dengan kemampuan hebat yang bisa memberikan sumbangsih yang besar terhadap negara dan dunia. Namun seharusnya saya tetap bisa menghadirkan Kerajaan Allah dengan cara sederhana sekalipun. Di tengah keluarga, saya bisa menjadi anggota keluarga yang tidak kurang ajar dan berbakti, atau hidup secara baik dan benar sehingga tidak menjadi sumber masalah dan mempermalukan keluarga. Dengan begitu saya membawa damai bagi keluarga saya. Diantara teman-teman dan rekan kerja, saya bisa menjadi teman yang ramah, ceria dan peduli sehingga mereka bisa merasa nyaman dan aman berteman dengan saya, dan bukannya menjadi teman yang sinis, memusuhi, atau menjelek-jelekkan untuk menjatuhkan atau menghambat karir orang lain. Di dalam komunitas, saya bisa menjadi orang yang peduli terhadap sesama anggota dan berbuat sesuatu demi kebaikan dan perkembangan komunitas, dan bukannya menjadi duri atau batu sandungan bagi sesama anggota.

Dengan cara sederhana yang mengupayakan keadilan, kedamaian, dan kesejahteraan bagi sesama kita dapat menghadirkan Kerajaan Allah. Mungkin kita tidak bisa memberikan pengaruh atau perubahan kearah yang baik secara drastis dan meluas sekaligus layaknya ragi. Masing-masing dari kita hanyalah seorang pribadi. Namun apabila setiap pribadi bersama-sama mengupayakan hal dan cara sederhana di lingkungan terkecilnya masing-masing, maka Kerajaan Allah akan hadir secara merata dan meluas. Marilah kita bersama-sama menjadi ragi dalam lingkungan kita, yang meski sedikit namun secara diam-diam membawa pengaruh yang baik bagi semua, agar semakin banyak orang yang bisa menikmati Kerajaan Allah. Amin.     


(Tulisan ini adalah Tugas Ujian Membuat Renungan dalam Kelas Kp3I yang saya ikuti di Paroki St. Vincentius a Paulo, Surabaya)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar