Laman

Rabu, 26 Oktober 2011

Kisah Yue Yue : Kisah Orang Samaria yang murah hati versi modern


Luk 10 : 25 – 37 (Orang Samaria yang murah hati)

(31) Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu; ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan.
(32) Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu; ketika ia melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan.  
(33) Lalu datang seorang Samaria, yang sedang dalam perjalanan, ke tempat itu; dan ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.    

Beberapa hari yang lalu, di dunia maya beredar sebuah rekaman video yang menghebohkan dan mengundang kecaman dari masyarakat dunia. Video tentang seorang balita perempuan berusia 2 tahun bernama Yue Yue yang menjadi korban tabrak lari. Balita malang itu dilindas oleh mobil sebanyak 2 kali dan diabaikan begitu saja oleh 19 orang yang melewatinya, dan akhirnya ditolong oleh ‘seorang Samaria yang baik hati’ yaitu seorang wanita pemulung.


Memang dalam rekaman video tersebut terkesan adanya ketidakpedulian dan ketidakmanusiawian dari orang-orang yang melewati jalan tempat balita itu tergeletak dalam keadaan sekarat. Dalam sebuah website dan group di facebook aku pernah membaca beberapa komentar tentang hal tersebut. Ada yang mengatakan bahwa memang masyarakat disana terkenal dengan ketidakpeduliannya. Ada pula yang mengatakan bahwa mereka takut terlibat lebih jauh dalam urusan tersebut karena kuatir malah dituduh sebagai pelakunya. Kita bisa saja mempunyai pendapat dan penilaian yang bermacam-macam. Namun kita tidak pernah tahu alasan sebenarnya yang dimiliki oleh masing-masing orang yang cuek tersebut.

Dalam Injil, kejadian Yue Yue ini serupa dengan perumpamaan tentang Orang Samaria yang murah hati yang disampaikan oleh Yesus kepada ahli Taurat yang mencobaiNya (Luk 10 : 25 – 37). Ketidakpedulian seperti itu bisa terjadi dimana saja dan dalam bentuk yang berbeda-beda. Mulai dari yang sederhana maupun yang parah seperti kejadian Yue Yue.

Setelah menyaksikan rekaman video tersebut, hal pertama yang kulakukan adalah menghakimi para pelaku tabrak lari dan kesembilanbelas pengguna jalan tersebut. Aku menilai mereka sebagai orang ‘gila’ dan tidak punya kepedulian terhadap sesama. Padahal kalau diingat-ingat lagi, ketidakpedulian terhadap sesama juga pernah aku lakukan.   

Kejadian ini terjadi sekitar 2 tahun yang lalu. Waktu itu aku sedang berbelanja di sebuah supermarket (Bilka) di Jl. Ngagel Jaya Selatan. Ketika aku berada di parkiran motor dan bersiap untuk pulang ke kos, seorang gadis tiba-tiba sudah berada di depan motorku. Gadis yang tidak pernah kukenal sebelumnya. Gadis itu menanyakan kepadaku dimana lokasi ATM BCA yang terdekat. Dari logat bicaranya aku bisa mengetahui bahwa dia bukan penduduk asli Surabaya.

Aku katakan kepadanya lokasi ATM di Sekolah Tinggi Teknik Surabaya (Jl. Ngagel Madya) dan Pertokoan RMI (Bratang). Lalu gadis itu bertanya dimana lokasi itu? Jauh tidak? Sempat terkesan bahwa gadis itu ingin agar aku mengantarnya. Aku jelaskan arah kedua tempat itu. Lalu gadis itu terdiam. Aku menangkap kebingungan di wajahnya. Nampaknya dia tidak mengenal arah yang kumaksud. Namun aku cuek saja dan segera berlalu meninggalkannya.

Sebenarnya sempat terbersit pikiran untuk mengantarnya ke ATM di RMI karena searah dengan perjalanan pulangku dan berada di seberang lokasi kosku, tapi hal itu urung kulakukan karena pikiran negatif langsung menyerangku. Bagaimana kalau gadis itu hanya berpura-pura dan bermaksud tidak baik terhadapku? Bagaimana kalau di tengah jalan aku tiba-tiba ditodong dan dirampok? Banyaknya berita tentang kejahatan yang dilakukan oleh orang asing bahkan oleh seorang wanita telah membuat aku berprasangka buruk terhadap orang asing.

Saat aku meninggalkan area parkir, kulihat gadis itu juga berjalan keluar dan berdiri di tepi jalan yang teduh. Dalam perjalanan pulang, hatiku tiba-tiba dipenuhi oleh penyesalan. Bagaimana kalau gadis itu benar-benar membutuhkan uang? Bagaimana kalau gadis itu adalah pendatang baru dari desa yang sama sekali tidak mengenal arah dan kehabisan uang? Dia pasti sangat kebingungan. Lalu aku pun bertanya pada diriku sendiri. Kalau aku sendiri yang mengalami hal serupa bagaimana? Pasti aku juga akan kebingungan dan berharap akan ada orang yang mau menolongku.

Tidak lama kemudian aku ada urusan keluar rumah dan kembali melewati jalan dimana terakhir kali aku melihat gadis itu berdiri. Aku bertekad kalau ternyata kudapati gadis itu masih berada disana, maka aku akan membantunya. Namun ternyata gadis itu sudah tidak ada disana lagi. Aku sudah melewatkan kesempatan untuk menolongnya.

Rasa penyesalan terus mengikutiku sampai saat ini. Aku merasa menjadi seperti imam dan orang Lewi dalam perikop Luk 10 : 25 – 37, yaitu orang-orang yang familiar dengan ibadah dan pastinya sangat mengerti ajaran agama serta ajaran tentang kebaikan, tapi tidak dapat mempraktekkannya dalam kehidupan nyata. Aku pun begitu, sangat mengerti ajaran Tuhan Yesus tentang kasih, tapi tidak dapat mempraktekkannya dalam kehidupan nyata.

Bukankah aku tahu bahwa Yesus hadir dalam diri sesamaku yang membutuhkan? Dalam Matius 25 : 34 - 36 dikatakan, “Dan Raja itu akan berkata kepada mereka yang di sebelah kananNya: Mari, hai kamu yang diberkati oleh BapaKu, terimalah Kerajaan yang telah disediakan bagimu sejak dunia dijadikan. Sebab ketika Aku lapar, kamu memberi Aku makan; ketika Aku haus, kamu memberi Aku minum; ketika Aku seorang asing, kamu memberi Aku tumpangan; ketika Aku telanjang, kamu memberi Aku pakaian; ketika Aku sakit, kamu melawat Aku; ketika Aku di dalam penjara, kamu mengunjungi Aku.”

Semoga di lain kesempatan aku dapat menjadi ‘orang samaria yang murah hati’ dan mempraktekkan secara nyata ajaran-ajaran Yesus dalam kehidupan sehari-hari. Bukannya hanya sibuk membicarakan secara teori saja. Amien.


(Tulisan ini adalah salah satu Tugas Sharing dalam Kelas KP3I yang saya ikuti di Paroki St. Vincentius a Paulo Surabaya, dengan sedikit tambahan dan penyesuaian)


Tidak ada komentar:

Posting Komentar